Satelit Buatan Elon Musk Masuk ke Indonesia. Simak Nasib Satelit SATRIA-1
Ada yang sudah dengar kabar, kalau Elon Musk punya satelit bernama Starlink? Kabarnya Starlink sudah masuk ke Indonesia loh. Sebenarnya bos X (Twitter) ini punya tujuan apa ya, sehingga satelit miliknya bisa masuk ke sini. Sementara di sisi lain, Indonesia sendiri sudah punya satelit bernama SATRIA-1. Lantas bagaimana nasib satelit milik Indonesia tersebut? Penasaran kan?
Peluncuran Satelit SATRIA-1 di Cape Canaveral Space Force Station, Orlando, Florida, Amerika Serikat (Humas Kemenkominfo) |
Nah, sebelum membahas lebih lanjut soal alasan Elon Musk "nekat" melakukan ekspansi layanan satelit miliknya ke Indonesia, mari kita cari tahu terlebih dulu apa fungsi satelit internet dan apa itu Satelit Starlink dan Satelit SATRIA-1, sehingga artikel yang saya sajikan ini bisa menambah wawasan seputar satelit sekaligus mengetahui informasi teknologi paling update di Tanah Air.
Mengenal Apa Itu Satelit Internet dan Apa Saja Fungsinya
Satelit merupakan salah satu sarana komunikasi yang memiliki peranan sangat penting bagi kelancaran komunikasi di Bumi. Satelit mampu memperlancar transmisi data antara satu tempat ke tempat lainnya. Dengan mengandalkan satelit, komunikasi dan informasi yang didapatkan oleh masyarakat di suatu daerah bisa berlangsung lebih cepat dan lebih luas cakupannya.
Satelit untuk internet juga kerap digunakan sebagai alat utama pembuka jaringan komunikasi di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh jaringan fiber optic atau sistem terrestrial. Dengan menggunakan satelit, cakupan internet bisa lebih luas lagi, termasuk daerah pelosok di seluruh wilayah Indonesia.
Mengenal Lebih Dekat Satelit Starlink Milik Elon Musk
Mengutip laman cnnindonesia.com, Starlink dikembangkan oleh perusahaan transportasi antariksa SpaceX besutan Elon Musk pada 2015. Sama seperti satelit lainnya pada umumnya, tujuan dari proyek Starlink ini adalah untuk memberikan akses internet kepada masyarakat di seluruh dunia.
Perlu teman-teman ketahui, Starlink sendiri terdiri dari ribuan satelit kecil yang dikirim secara massal ke orbit Bumi yang rendah (Low Earth Orbit). Satu buah satelit bahkan beratnya bisa mencapai 260 kg. Seluruh satelit ini disematkan antena parabola.
SpaceX luncurkan Satelit Starlink milik Elon Musk (slashgear.com) |
Berhubung Starlink ditempatkan di orbit Bumi yang rendah, yaitu sekitar 350 mil, SpaceX mengklaim latensi atau kecepatan internet berada di kisaran angka antara 25 ms dan 35 ms. Kedua latensi tersebut dinilai cukup cepat, bahkan Starlink memungkinkan untuk menghasilkan kecepatan internet hingga 1 Gbps. Jadi, teman-teman bisa mengakses internet dengan cepat tanpa delay atau istilahnya ngelag.
Awalnya, SpaceX telah mendapatkan izin dari Komisi Komunikasi Federal AS (US Federal Communications Comission FCC) untuk menempatkan sekitar 12 ribu satelit Starlink untuk mengorbit di Bumi yang rendah.
SpaceX sendiri sebenarnya ingin menempatkan lebih banyak lagi satelit, sehingga mereka pun mengajukan banding. Akhirnya FCC pun menyetujui dan merevisi bahwa SpaceX bisa menempatkan 42 ribu satelit di orbit.
Mengenal Satelit SATRIA-1 dan Apa Saja Manfaatnya Bagi Masyarakat Indonesia
Sebenarnya saya pribadi sudah pernah membahas Satelit Satria di artikel : Mengenal Satelit Satria, tiga hari sebelum peluncurannya. Namun tidak ada salahnya jika saya menulis singkat kembali di artikel ini.
Satelit Republik Indonesia atau SATRIA-1 secara resmi diluncurkan di Cape Canaveral Space Force Station, Orlando, Florida, Amerika Serikat pada Minggu (18//06/2023) pukul 18.21 waktu Amerika, atau pada Senin (19/06/2023) pukul 05.21 WIB.
Peluncuran Satelit internet SATRIA-1 untuk koneksi internet yang lebih baik ke daerah 3T untuk 50.000 titik pelayanan publik (YouTube/Kementerian Kominfo) |
Satelit SATRIA-1 menjadi momen bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena satelit multifungsi tersebut yang pertama milik Indonesia dengan kapasitas terbesar di Asia. Sebenarnya, proyek SATRIA-1 ini sudah mulai dicanangkan sejak 2019 lalu berkat kerja sama antara PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dengan Bakti Kominfo.
Bekerja sama dengan perusahaan asal China
PSN menggandeng perusahaan peneliti dan pengembang antena asal China, yakni The North West China Research Institute of Electronic Equipment (NWIEE) untuk mengerjakan proyek satelit ini. SATRIA-1 diproduksi oleh perusahaan manufaktur antariksa Perancis, Thales Alenia Space (TAS) sejak September 2020 hingga Mei 2023.
SATRIA-1 diluncurkan menggunakan roket Falcon 9 milik Space Exploration Technologies Corporation (SpaceX) dan memiliki total kapasitas transmisi sebesar 150 Gbps yang akan mengirimkan sinyal kepada 11 stasiun Bumi (gateway).
Adapun ke-11 stasiun tersebut berada di Cikarang, Banjarmasin, Batam, Pontianak, Tarakan, Manado, Kupang, Ambon, Manokwari, Timika dan Jaya pura.
Pecahkan rekor
Ada yang menarik dari peluncuran Satelit SATRIA-1 ini. Perlu teman-teman ketahui, Satelit ini merupakan satelit berkapasitas terbesar di Asia dan nomor lima di dunia. Demikian ungkap Direktur Utama PSN, Adi Rahman Adiwoso.
"Peluncuran Satelit SATRIA-1 akan menjadi pencapaian yang luar biasa bagi Indonesia, karena ini merupakan satelit multifungsi terbesar di Asia dan nomor lima di dunia. Kesiapan infrastruktur ground segment merupakan elemen penting dalam mendukung kesuksesan peluncuran Satria," ujar Adi.
Satelit SATRIA-1 memiliki kapasitas yang lebih besar dibanding satelit lain yang aktif dipakai di Indonesia, sehingga mampu mentransmisikan internet 150 Gbps. Satelit ini juga menjadi satelit pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi Very High-Throughput Satellite (VHTS) dan frekuensi Ka-Band.
Apa saja manfaatnya bagi masyarakat?
Satelit internet pertama Indonesia ini bertujuan untuk mendistribusikan akses internet secara merata, terutama untuk keperluan pendidikan, kesehatan, pelayanan publik, kemasyarakatan serta TNI dan Polri. Satelit ini digadang-gadang mampu menyediakan akses internet untuk 30-50 ribu fasilitas umum di Indonesia.
Keberadaan SATRIA-1 ini juga mampu memberikan layanan internet cepat di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Kecepatan internet di masing-masing fasilitas umum yang dilayani akan mencapai 4 Mbps atau meningkat dari sebelumnya hanya 1 Mbps saja.
Mengintip Perbedaan Satelit Starlink dan Satelit SATRIA-1
Seperti dikutip dari laman inet.detik.com, faktanya Starlink sendiri sudah masuk ke Indonesia pada tahun 2022 lalu. Kementerian Kominfo telah memberikan Hak Labuh Khusus Non-Geostationary Satelite Orbit (NGSO) kepada Telkomsat untuk menjadikan Starlink sebagai backhaul (jaringan yang menghubungkan jaringan backbone ke titik distribusi, untuk kemudian dari titik distribusi dihubungkan ke jaringan akses).
Jadi, Starlink ini diajak masuk ke Indonesia oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk menyediakan akses internet di Indonesia Timur. Nah, sudah mulai kelihatan titik terangnya kan, kenapa Elon Musk dengan Starlink-nya ini bisa sampai berlabuh di Indonesia. Oke kita lanjut ke pembahasan berikutnya.
Melalui Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Kominfo, Usman Kansong, menyatakan Starlink dan SATRIA-1 sama-sama satelit internet, tetapi keduanya beda peruntukannya.
"Kan beda peruntukannya, Starlink itu Low Earth Orbit (LEO), sementara SATRIA-1 itu high orbit. Kapasitas dan peruntukannya berbeda," ujar Usman kepada detikINET.
Adapun maksud pertemuan antara Luhut dengan Elon Musk adalah sebagai penjajakan Starlink memberikan harga terbaik dalam hal penyediaan akses internet untuk fasilitas kesehatan di Indonesia, yakni puskesmas.
"Tidak (tumpang tindih). SATRIA-1 itu kapasitasnya 150 Gbps yang tadinya dipakai 150 ribu titik cuma nanti dapat 1 Mbps, jadi sekarang 50 ribu titik supaya mendapatkan kapasitas 4 Mbps. SATRIA-1 enggak bisa cakup semua dan baru beroperasi Desember atau Januari mendatang," jelas Usman.
Namun meski demikian, Satelit SATRIA-1 jauh lebih unggul jika dibandingkan Starlink milik Elon Musk. Mengingat SATRIA-1 merupakan satelit multifungsi yang mampu menjangkau sekitar 47.900 titik kantor desa, kecamatan dan pemerintah daerah lainnya. Lau untuk sektor keamanan sekitar 3.900 titik layanan keamanan masyarakat.
Selain itu juga mampu melayani lebih dari 150 ribu titik layanan publik yang mencakup 93.900 titik sekolah dan pesantren. SATRIA-1 juga mampu menjangkau 3.700 titik untuk puskesmas dan rumah sakit.
Dengan menggunakan teknologi High Throughput Satellite (HTS), menjadikan SATRIA-1 memiliki kapasitas tiga kali lipat dari sembilan satelit telekomunikasi yang digunakan di Indonesia. Sekaligus menjadikannya sebagai satelit terbesar di Asia saat ini.
Konklusi
Kehadiran SATRIA-1 ini sangat membantu dalam memperbaiki kekurangan konektivitas terhadap layanan publik pemerintahan di seluruh Indonesia, terutama di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). SATRIA-1 ini juga mampu mendukung transformasi digital bagi wilayah yang belum terjangkau jaringan internet.
Meningkatnya aktivitas digital di tengah masyarakat, tentu membawa harapan agar nantinya perekonomian masyarakat bisa bangkit lebih baik, pun demikian dengan UMKM bisa semakin maju dan bersaing secara global.
Mari sama-sama kita dukung kehadiran Satelit SATRIA-1 ini dengan memanfaatkan internet sebaik mungkin untuk meningkatkan kemampuan diri, misalnya saja mencari ilmu atau berbisnis, sehingga masyarakat bisa semakin melek teknologi, semakin cerdas dan menjadi sumber daya yang semakin berkualitas.
Semoga bermanfaat.
Posting Komentar untuk "Satelit Buatan Elon Musk Masuk ke Indonesia. Simak Nasib Satelit SATRIA-1"