Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengintip Korelasi Kusta dan Kemiskinan

Korelasi Kusta dan Kemiskinan

Sebagian masyarakat di Indonesia saat ini mungkin masih waspada dengan wabah virus Corona. Hingga tulisan ini dibuat pun, jejak-jejak virus Corona seolah belum hilang sepenuhnya. Meski kasusnya tidak separah saat awal kehadirannya di tahun 2020 lalu, tetapi kita semua tetap masih mewaspadai keberadaan virus tersebut.

Namun, di balik wabah virus Corona yang melanda, masyarakat Indonesia seolah lupa dengan satu penyakit yang dari dulu sudah ada di tengah-tengah masyarakat, yakni penyakit kusta.

Mirisnya, berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia 'masih' menempati peringkat ketiga kasus kusta terbanyak hingga tahun 2020 lalu. 

Peringkat pertama diduduki oleh India dengan jumlah kasus kusta 65.147. Lalu ada Brasil di posisi kedua dengan penderita kusta sebanyak 17.979 orang. Dan yang ketiga adalah Indonesia dengan total 11.173 kasus kusta.

Mengenal Penyakit Kusta 

Apa sih kusta itu? Mungkin sebagian dari kamu masih ada yang bingung dengan kusta. Nah kusta disebut juga lepra adalah suatu penyakit infeksi kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi hingga saluran pernapasan. Biasanya kusta akan menimbulkan lesi pada kulit, hingga kerusakan saraf.

Mengenal Apa Itu Penyakit Kusta

Hingga saat ini, pemberantasan kusta masih terus dilakukan oleh berbagai pihak. Kementerian Kesehatan RI mencatat, berdasarkan data per 24 Januari 2022, tercatat setidaknya terdapat 13.487 kasus kusta aktif, dengan penemuan baru sebanyak 7.146 kasus.

Benarkah Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan?

Tidak sedikit anggapan yang muncul ke permukaan, jika kusta dan disabilitas di Indonesia erat kaitannya dengan kemiskinan. Anggapan ini semakin menguatkan bahwa kusta tidak hanya menimbulkan isu psikologis saja, tetapi juga masalah sosial hingga ekonomi.

Talk Show Kusta Berita KBR

Anggapan ini terus saja bergulir dan tentunya menimbulkan pertanyaan di benak kita semua. Bahkan saya pribadi pun penasaran, apakah memang benar demikian?

Untuk membuang rasa penasaran tersebut, saya sengaja mengikuti sebuah talk show Ruang Publik KBR yang dipersembahkan oleh NLR Indonesia melalui channel YouTube Berita KBR pada Rabu, 28 September 2022.

Talk Show Kusta Berita KBR

Acara berbobot dan sarat akan edukasi ini menghadirkan dua narasumber yang memang ahli di bidangnya masing-masing, yaitu :

  • Sunarman Sukamto, Amd (Tenaga Ahli Kepedulian V, Kantor Staff Presiden (KSP))
  • Dwi Rahayuningsih (Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas)

Tema yang diangkat kali ini membahas mengenai kusta dan disabilitas yang identik dengan kemiskinan. Acara yang dipandu host Debora Tanya ini sangat menarik dan pastinya berbobot. 

Meski, durasinya cukup singkat, saya bisa mendapatkan informasi yang akurat dan update soal kusta yang ada di Indonesia. Jadi, nggak bakalan nyesel deh nontonya. Nah bagi kamu yang penasaran dan ingin nonton juga, langsung saja ke Channel YouTube Berita KBR.

Upaya Pemerintah dalam Penanganan Kusta di Indonesia Melalui Kantor Staff Presiden

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, kasus baru kusta di Indonesia cenderung stagnan, yakni berkisar antara 16.000 - 18.000 orang. Untuk menangani masih tingginya kasus kusta di Indonesia saat ini, Pemerintah melalui Kantor Staff Presiden (KSP) pun ikut turun tangan.

KSP atau Kantor Staff Presiden diberi mandat untuk membantu presiden dan wakil presiden dalam pengendalian program prioritas nasional, pengelolaan isu strategis dan komunikasi publik.

Talk Show Kusta Berita KBR

Sementara Pak Sunarman atau lebih akrab disapa Maman ini tergabung dalam kedeputian V KSP bidang politik, hukum, pertahanan, keamanan, HAM, Papua dan kawasan Timur Indonesia serta anti korupsi dan reformasi birokrasi. Beliau bertanggung jawab dalam ruang lingku HAM dan disabilitas.

Pak Maman menjelaskan bahwa upaya penanganan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini masih dominan dalam upaya kesehatan. Saat ini belum ada upaya yang lebih intensif dan kolaboratif lintas kementerian lembaga dan daerah untuk menangani kusta.

Ia juga menjelaskan bahwa kusta ini bukan hanya isu soal kesehatan saja, tapi melibatkan banyak unsur.

"Karena sebetulnya kusta ini bukan hanya isu kesehatan saja, tetapi juga identik dengan kemiskinan. Dan kemiskinan itu kan multi dimensi. Dia hanya bukan isu kesehatan atau isu sosial, tapi juga ada unsur ekonomi, lingkungan dan lain sebagainya". 

Rencana Penanganan Kusta Lintas Sektor

Pak Maman juga menambahkan, jika saat ini terdapat upaya dan kesadaran bersama untuk mengatasi kusta harus melakukan pendekatan multi dimensi, kerja sama atau kolaborasi lintas sektor, lintas kementerian lembaga dan pemerintah daerah, termasuk melibatkan penyandang disabilitas serta OYPMK atau orang yang pernah mengalami kusta.

Pelibatan OYPMK dan penyandang disabilitas diharapkan mampu untuk menjadi agen perubahan, agar penyakit kusta tidak lagi identik dengan kemiskinan.

Sebagai lembaga non-sektoral, KSP memberikan dukungan agar terjadi sinergi atau kolaborasi lintas bidang, lintas sektor, lintas kementerian lembaga dan juga pemerintah daerah.

"Kantor Staff Presiden itu mendorong adanya inklusi kusta dalam setiap proses perencanaan, penyelenggaraan, monitoring dan evaluasi pembangunan yang inklusif disabilitas. Jangan lupakan kusta!". Tambah Pak Maman.

Tingkat Kemiskinan Penyandang Disabilitas Masih Tinggi di Indonesia

Narasumber kedua, yakni Bu Dwi Rahayuningsih mengatakan bahwa jumlah penyandang disabilitas kategori sedang hingga berat pada tahun 2021 secara keseluruhan mencapai 6,2 juta. Sementara untuk penyandang disabilitas fisik berada di angka 3,3 juta.

Narasumber Talk Show Kusta

Bu Dwi menjelaskan bahwa tingkat kemiskinan non disabilitas secara nasional berada di angka 10,14 persen. Sementara tingkat kemiskinan untuk penyandang disabilitas (fisik dan penderita kusta) lebih tinggi, yakni 15,26 persen. 

sehingga bisa disimpulkan jika tingkat kemiskinan penyandang disabilitas masih relatif lebih tinggi dibanding non disabilitas.

Lantas, mengapa angka tingkat kemiskinan pada penyandang disabilitas masih cukup tinggi?

Lebih lanjut Bu Dwi menjabarkan poin penting yang bisa digarisbawahi, yaitu masih banyaknya stigma yang muncul di masyarakat terhadap OYPMK dan penyandang disabilitas

Stigma ini juga sebenarnya sudah membatasi untuk penyandang disabilitas untuk lebih banyak berkontribusi, ikut berpartisipasi dalam beberapa aktivitas sosial maupun produktif. Ini memengaruhi juga bagaimana akses mereka pada tingkat pendidikan, akses pada ketenagakerjaan, kewirausahaan, termasuk juga ketika penyandang disabilitas ingin berwirausaha dengan mengakses modal dari lembaga keuangan

Hal inilah yang akan memengaruhi tingkat kemiskinan dari OYPMK dan penyandang disabilitas. Namun jangan serta merta kita mengidentikkan mereka itu miskin. Namun lebih kepada sebuah alasan di balik kemiskinan tersebut yang memang belum sepenuhnya "berpihak" kepada OYPMK dan penyandang disabilitas.

Program-program untuk Penanganan Kusta dari Kementerian Sosial

Terdapat beberapa program yang telah dijalankan oleh Kementerian Sosial dan dinas-dinas terkait, di antaranya :

1. Pemberian bantuan sembako 

Penyaluran untuk bantuan sembako ini ditujukan untuk penyandang disabilitas, termasuk kusta yang termasuk kategori miskin. Dan syarat berikutnya harus sudah masuk ke dalam data yang disebut data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Jadi, kebijakan ini diberikan untuk mereka yang sudah masuk ke dalam database Kemensos.

2. Program bantuan asistensi rehabilitasi sosial dan penyaluran alat bantu

3. Program kemandirian usaha, terutama bagi yang masih mendapatkan diskriminasi di lingkungannya

4. Kemensos bersama Dinas Sosial di beberapa pemerintahan daerah juga menyelenggarakan semacam shelter ex penderita kusta, di antaranya : 

  • Dusun Sumberglagah, Desa Tanjung Kenongo, Kec. Pacet, Kab. Mojokerto, Jawa Timur. 
  • Desa Banyumanis, Kec. Donorojo, Kab. Jepara, Jawa Tengah, dan 
  • Kompleks kusta Jongaya di Jalan Dangko, Kel. Balang Biru, Kec. Tamalate, Kota Makassar

Konklusi

Yuk, segera hentikan sikap diskriminasi terhadap penyandang disabilitas maupun OYPMK agar mereka juga bisa memiliki kesempatan yang sama untuk bisa berkarya, berkembang dan sukses. 

Bahkan mereka juga punya hak yang sama untuk bisa bekerja pada perusahaan swasta maupun perusahaan pemerintah, sehingga tidak ada lagi penyandang disabilitas dan OYPMK yang tertinggal di Indonesia.

Kabar baiknya, pemerintah pusat telah memiliki Peraturan Pemerintah, bahkan Peraturan Menteri terkait kesetaraan di bidang tenaga kerja.

Seluruh penyandang disabilitas dan OYPMK memiliki hak yang sama. Jika menemukan adanya tindakan diskriminasi, bisa segera melaporkan kepada Disnaker setempat. Namun jika masih tidak mendapatkan respon yang baik, maka bisa langsung melapor ke Kantor Staff Presiden.

Bahkan, seluruh dinas tenaga kerja tingkat Kabupaten / Kota diwajibkan membentuk ULD atau Unit Layanan Disabilitas ketenagakerjaan. Nantinya, ULD ini akan menjadi penghubung antara pemberi kerja dan pencari kerja.

Semoga bermanfaat.

32 komentar untuk "Mengintip Korelasi Kusta dan Kemiskinan"

  1. Kesetaraan harus dirasakan oleh disabilitas maupun OYPMK dimulai dari kesempatan pendidikan hingga produktifitas, dan harus ada edukasi tentang ke masyarakat secara berkelanjutan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, jangan sampai ada diskriminasi lagi terhadap penyintas kusta dan disabilitas, biar mereka juga bisa diterima oleh masyarakat dan lingkungan kerja di perusahaan.

      Hapus
  2. Semoga dengan banyaknya tulisan yang menggaungkan tentang kusta tidak menular, penderita kusta memiliki hak yg sama sebagai warga negara spt yg lain. Semoga stigma negatif tentang kusma lama2 hilang ya kakk. (Gusti yeni)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiiin, semoga saja ya upaya pemerintah dan lembaga lainnya bisa membuahkan hasil yang sangat baik bagi masyarakat, terutama bagi mereka penyintas kusta serta OYPMK. Sehingga stigma negatif soal kusta bisa hilang. Eh bukan kusma ya, tapi kusta. pasti typo nih, hahahaha

      Hapus
  3. Saya setuju dengan penderita kusta, maka dekat dengan kemiskinan, Mas. Soalnya sejak saya kecil, para orang tua juga melarang anak-anak mendekati penderita lepra. katanya nanti ketularan.
    Makanya dengan ini saja, penderita kusta sudah diasingkan oleh masyarat langsung, termasuk sulit untuk diterima bekerja. Saya juga amati, misalnya mereka jualan makanan, pasti orang enggan membelinya.

    Makanya pemerintah harus turun tangan. Salah satunya memang diadakan kelas-kelas keterampilan, atau dibina menghasilkan barang siap jual. Dan yang paling penting, masyarat harus menerima kehadiran mereka kembali.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali Mas, edukasi soal kusta harus sering digaungkan dari berbagai platform, termasuk media sosial dan blog. Tujuannya biar masyarakat bisa belajar tentang kusta lebih lanjut. Jadi nggak ada lagi yang namanya sikap diskriminasi

      Hapus
  4. Bersyukur sekali pemerintah turun tangan dalam mengatasi kusta ini melalui mandat yang diberikan kepada kantor staff presiden. Semoga dengan bersatu padunya seluruh elemen dalam memberantasnya bisa membuat kita bertahap terbebas dari kusta

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiiin, doa yang terbaik untuk kita semua ya Mas Yonal

      Hapus
  5. sedih ya, penyakit menular begini memang jadi momok yang menyeramkan buat masyarakat. BUkan cuma menanggung sakitnya saja, tapi juga jadi dikucilkan masyarakat, jadi kesempatan berkarya terbatas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penyakit kusta memang menular, tapi nggak mudah. Dan orang yang punya imun yang kuat, nggak gampang tertular. Jadi nggak perlu terlalu khawatir jika dekat dengan penyintas kusta. Makanya perlu terus dilakukan edukasi soal kusta kepada masyarakat.

      Hapus
  6. Langsung ke staff presiden ya kalo ada diskriminasi. ..kayaknya informasi ini perlu diketahui oleh lara penyandabg disabilitas dan OYPMK dan yang merawatnya/keluarga..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlu banget disebarkan kepada masyarakat, terutama bagi penyintas kusta di Indonesia...

      Hapus
  7. Program-program yang disampaikan Ibu Dwi ini bisa menjadi moodboster agar para OYPMK dan penyandang disabilitas bersemangat untuk berdaya dan produktif, karena mereka pun juga berhak untuk meningkatkan taraf hidupnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga saja dengan adanya program-program tersebut, bisa memberikan semangat baru bagi disabilitas kusta dan oypmk.

      Hapus
  8. Banyak perusahaan atau tempat kerja yang menolak penyintas kusta untuk bekerja sehingga mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan finansial. Pemerintah gercep untuk memberikan bantuan melalui banyak program ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di tempat kerja saya sebelumnya ada juga penderita disabilitas yang bekerja. Alhamdulillah masih diperhatikan dan diterima dengan baik. Saya pun berteman dengan dia seperti biasa tanpa membeda-bedakan...

      Hapus
  9. Aku pernah ikut webinar juga yg membahas soal kusta. Yg pasti pemerintah juga udh maksimal menangani penyakit dan penderita kusta.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ia betul banget, pemerintah dan dibantu dengan berbagai elemen masyarakat saling bahu membahu membasmi kusta dan memberikan edukasi kepada masayarakat soal kusta dan disabilitas serta OYPMK ini.

      Hapus
  10. duh miris yaa masih ada sikap diskriminatif terhadap penderita dan penyintas kusta, ayolah yuk coba cari tahu infonya biar gak ikut kemakan omongan dan sikap diskriminatif terhadap sesama

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah maka dari itu, masyarakat biar melek info sedikit lah, biar nggak selalu salah kaprah soal kusta ini. Beruntung sih masih ada webinar semacam ini

      Hapus
  11. Adanya stigma membuat oypmk terbatas aksesnya ya
    Akhirnya mereka tidak bisa mandiri dan memenuhi kebutuhan hidupnya
    Sehingga identik dengan Kemiskinan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu dia, makanya stigma tersebut sebaiknya dihilangkan dari masyarakat, biar penyandang disabilitas dan oypmk bisa lebih percaya diri untuk berkembang dan juga bisa diterima oleh masyarakat

      Hapus
  12. Seneng deh ada webinar yang menginformasikan tentang kusta.. kalau nggak ada webinar ini, sampai sekarang aku nggak akan tahu kalau kusta itu masih ada di Indonesia. Semoga dengan semakin banyaknya informasi tentang kusta, masyarakat Indonesia makin sadar dan bisa menerima OYPMK lebih baik ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berarti masih ada yang peduli dengan tingginya angka kusta di Indonesia. Semoga saja dengan adanya webinar edukasi soal kusta ini bisa memberikan kesadaran kepada masyarakat perihal kusta

      Hapus
  13. Ternyata penderita kusta masih banyak ya, Terakhir aku tau ada penyakit kita mungkin saat aku masih SD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang masih ada dan kayaknya sulit sekali untuk bisa hilang dari Indonesia. Apalagi jika masih ada stigma negatif soal kusta di masyarakat. But anyway, semoga saja penyakit kusta bisa segera hilang ya

      Hapus
  14. Tidak dimungkiri ya stigma negatif dan diskriminasi pada penderita kusta maupun penyandang disabilitas memberi pengaruh pada kemiskinan. So, perlu banget edukasi ke masyarakat secara menyeluruh agar tidak lagi memberi stigma maupun perlakuan berbeda yang membatasi mereka untuk mendapatkan askes layanan publik termasuk dalam hal pekerjaan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, stigma negatif soal kusta juga perlu banget dihilangkan dari masyarakat

      Hapus
  15. Dengan edukasi ke seluruh lini masyarakat agar mengobati kusta akan bisa mencegah disabilitas dan kalau sudah terlanjur terjadi, semoga tidak ada lagi kesenjangan akan hak penderita kusta dan sahabat disabilitas terkait pekerjaan. Semua bisa mendapatkan pekerjaan yang sama dan mendapatkan pengakuan yang sama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga saja ya kesenjangan sosial bagi para penderita kusta dan oypmk bisa segera hilang di Tanah Air

      Hapus
  16. Masyarakat sepertinya memang harus lebih banyak diedukasi ya agar semakin paham tentang kusta ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya memang sudah seharusnya pemerintah dan berbagai elemen masyarakat saling membantu untuk sosialisasi mengenai kusta dan disabilitas.

      Hapus